Dalam usaha mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda ada dua golongan yang mengusulkannya.
1. Golongan
konservatif dengan tokohnya Nenenberg menginginkan untuk mempertahankan
sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.
2. Golongan
liberal dengan tokohnya Dirk van Hogendorp menghendaki agar pemerintah
Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan
sistem pajak. Sistem penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar
digantikan dengan sistem penyerahan pajak.
Dengan
adanya dua pandangan ini maka pemerintah Belanda mengambil jalan
tengah. Di satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kaum
konservatif karena kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang
cepat dan mudah dilaksanakan. Di pihak lain, pemerintah juga ingin
menjalankan pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum liberal. Gagasan
pembaharuan pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan
Daendels.
Sejak
Belanda dikuasai oleh Prancis maka Kaisar Napoleon yang memimpin
Prancis mengangkat adiknya Louis Napoleon menjadi penguasa di Negeri
Belanda. Louis Napoleon merasa khawatir akan keberadaan Pulau Jawa yang
merupakan jantung jajahan Belanda di Indonesia jatuh ke tangan Inggris.
Oleh karena itu, Louis Napoleon segera mengirimkan seorang militer,
Herman Willem Daendels ke Indonesia (Pulau Jawa) sebagai gubernur
jenderal.
Pada
tanggal 1 Januari 1808 bersama ajudannya mendarat di Banten. Pada
tanggal 15 Januari 1808, Gubernur Jenderal Wiese menyerahkan
kekuasaannya kepada Daendels. Kedatangan Daendels ke Indonesia sebagai
gubernur jenderal mempunyai dua tugas. Pertama, mempertahankan Pulau
Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris. Kedua, memperbaiki keadaan
tanah jajahan di Indonesia. Untuk mempertahankan Pulau Jawa dari
serangan Inggris, Daendels mengambil langkah-langkah kebijaksanaan.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah:
1. membuat jalan raya dari Anyer sampai dengan Panarukan
2. mendirikan benteng-benteng pertahanan;
3. membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon;
4. mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya;
5. memperkuat pasukan yang anggotanya terdiri atas orang-orang Indonesia.
Selain usaha-usaha dalam bidang pertahanan kemiliteran, di bidang pemerintahan Daendels mengambil tindakan sebagai berikut:
- Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan prefectur dengan tujuan untuk mempermudah administrasi pemerintahan.
- Para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda.
- Perbaikani gaji pegawai dan memberantas korupsi.
- Pendirian badan-badan pengadilan.
Usaha yang dilakukan Daendels banyak membutuhkan biaya. Untuk itu, Daendels menempuh jalan sebagai berikut:
1. Aturan
penyerahan sebagian dari hasil bumi sebagai pajak (contingenten) dan
aturan penjualan paksa hasil bumi kepada pemerintah dengan harga yang
telah ditetapkan pemerintah (verplichte leverantie).
2. Pelaksanaan kerja rodi (seperti pembuatan jalan Anyer-Panarukan).
3. Penjualan
tanah kepada orang-orang partikelir (orang Belanda atau Cina, sehingga
lahirlah tanah-tanah milik swasta (particuliere landerijen).
4. Perluasan tanaman kopi karena hasilnya menguntungkan.
Daendels
sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah
menjadi seorang diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang.
Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam
maupun dari luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke Negeri
Belanda.
Louis
Napoleon kemudian mengangkat Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru
menggantikan Daendels. Jansen ternyata tidak mampu menahan serangan
Inggris sehingga menyerah di Tuntang. Ia pun menandatangani penyerahan
kekuasaan itu di daerah Tuntang Salatiga. Oleh karena itu, perjanjian
itu dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang (18 September 1811). Isi
pokoknya ialah seluruh Pulau Jawa menjadi milik Inggris. Sejak saat itu, Indonesia menjadi jajahan Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar